PETIR Sesalkan Sikap Polda Riau: Periksa Muflihun Cepat, Tambang Ilegal Lambat

Oct 16, 2024 - 12:54
Oct 16, 2024 - 12:58
PETIR Sesalkan Sikap Polda Riau: Periksa Muflihun Cepat, Tambang Ilegal Lambat

CakapRakyat.com, Pekanbaru - Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) menyesalkan sikap Polda Riau dalam menangani laporan tambang ilegal di Kelurahan Slensen seluas 30 hektare dan 2,5 hekatare di Desa Air Balui saat ini menyisakan curam kedalaman 40± meter.

Divisi Investigasi dan Intelijen Pemuda Tri Karya (PETIR), Yakup menyikapi lambannya kinerja Polda Riau yang seakan-akan acuh dan risih atas laporan tersebut. 

"Kita sudah coba jalin komunikasi tapi Humas tidak merespon dan Dirkrimsus memblokir saat coba dihubungi," kata Yakup kepada media, Rabu (16/10/2024). 

Atas hal tersebut, Yakup membandingkan sikap Polda Riau yang memaksakan diri memeriksa Muflihun menjelang Pilkada tanpa audit kerugian negara namun malah risih dengan laporan tambang ilegal sampai memblokir whatsappnya. 

Adapu laporan tersebut dilayangkan Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) pada 17 September lalu dengan nomor 200-DPN-PETIR/A.1/XX/LP-2024. Objek tersebut berada di dua lokasi di Kecamatan Kemuning, Indragiri Hilir, Riau.

Yakop mengaku laporan tersebut mengendap di Polda Riau. Sudah 1 bulan pihaknya tak mendapat pemberitahuan sudah sejauh mana proses laporan yang dilaporkannya.

Pihaknya melayangkan surat Konfirmasi terkait laporan tersebut dengan nomor laporan "220-DPN-PETIR/A.1/XX/LP-2024 pada Senin 14 Oktober kemaren melalui Dirkrimsus Polda Riau. Dinilai lamban sebab Polda Riau dinilai tidak memberikan respon.

"Kami organisasi PETIR sudah melayangkan surat konfirmasi ke Polda Riau meminta penjelasan kepada kepala kepolisian daerah riau sejauh mana proses penanganan perkara yang sudah kami laporkan," katanya Selasa kemarin, (15/10/2024).

Diketahui dua perusahaan diduga ikut terlibat dalam eksploitasi pertambangan. Adapun eksploitasi di Kelurahan Slensen seluas 30 hektare dan 2,5 hekatare di Desa Air Balui saat ini menyisakan curam kedalaman 40± meter.

Menurutnya pihaknya juga sudah melampirkan klarifikasi dari DMPTSP Provinsi Riau yang menyatakan tak pernah mengeluarkan izin di wilayah itu. Diketahui wilayah ini berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan kawasan hutan produksi konversi (HPK).

"Dari kawasan tersebut belum ditemukan izin persetujuan penggunaan kawasan hutan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam aktivitas ini," bebernya.

Jenis galian batu andesit tanah urug dan dugaan batubara ini dikelola CV. AL. Selanjutnya di desa air balui meliputi andesit dikelola perusahaan PT. TGM. Kami menemukan izin pengelolaannya sudah habis," sambungnya.

Dirinya mengaku laporan tersebut masih mengendap di Polda Riau. Pihaknya meminta instansi yang membidangi ini sudah seharusnya menjalankan fungsi nya masing-masing. 

"Pemerintah harus memberi contoh yang baik bagi masyarakat. Kalau itu berlanjut akan menjadi preseden buruk di dunia pertambangan," kata Yakup.

Hingga berita ini terbit, awak media masih mencoba menghubungi Kabid Humas Polda Riau, Kombespol Anom. 

(*)